Perempuan itu dengan ramah menyambut tetamu di pertemuan para
menteri keuangan se-Asia Pasifik, APEC di Bali, 19 September 2013. Ini
pertemuan pendahuluan sebelum pertemuan puncak para pemimpin dunia yang
dihelat pekan ini, 1-8 Oktober 2013, di Nusa Dua, Bali.
Dia adalah Sri Mulyani, orang penting di Bank Dunia dan bekas
Menteri Keuangan RI. Meski namanya tercantum di daftar undangan, ia
justru antusias menyambut hangat tetamu yang datang.
Sri memang sedang 'pulang kampung'. Kiprahnya yang mendunia diawali
dari tanah Indonesia. Itu sebabnya ia memakai busana yang sangat
mencerminkan negeri ini. Sebuah atasan biru dengan ornamen tenun
tradisional Bali.
Meski hanya menempel di bagian dada, tenun bermotif geometris dan
flora kecil itu menambah kharisma. Warna-warnanya cerah tampak
bergairah. Tenun itu berasal dari desa penghasil tenun di Bali Barat,
Negara.
Baju bertenun itu hasil rancangan Didiet Maulana. Desainer muda
yang memang sedang getol mengangkat citra tanah air lewat tenun berlabel
"Ikat Indonesia". Didiet tak hanya mendandani Sri Mulyani, 21 Menteri
Keuangan peserta APEC 2013 dan juga perwakilan lain juga tak luput
mengenakan karyanya.
Pada VIVAlife, lelaki kelahiran 18 Januari 1981 ini menceritakan awal keterlibatannya dalam rentetan acara APEC.
Konsep undangan
Saat dihubungi panitia APEC, Didiet merasa bahwa kesempatan itu
merupakan momen emas mengenalkan budaya. Ia tak mau sembarangan
merancang.
Lelaki berkacamata itu punya banyak alasan mengapa ia memilih tenun
Negara, bukan tenun yang lain. Menurutnya, motif khas Negara yang
mungil bisa diterapkan untuk semua proporsi tubuh. Demikian juga dengan
warna terang yang sangat bersahabat dengan berbagai warna kulit. Dan
yang lebih utama: tenun itu masih samar terekspos. Untuk mencapai
tujuannya, ia mematangkan konsep rancangan yang disebutnya sebagai
undangan.
Lihat foto selengkapnya pada geleri ini.
Ia ingin semua yang mengenakan busana itu mencari tahu muasal
tenun. "Sebagai perancang saya akan menjelaskannya secara gamblang,"
paparnya.
Lebih dari itu, saat orang-orang penting itu kembali ke negaranya,
Didiet ingin busananya bisa terus dikenakan dalam berbagai acara sambil
menceritakan kemolekan tenun itu.
Satu bulan penuh Didiet menyelesaikan 31 busana yang akan dikirim
ke Bali. Ia harus mengerjakan sebaik mungkin, karena pengepasan busana
baru akan dilakukan beberapa jam sebelum acara.
Dijelaskan Didiet, tantangan tersulit adalah soal ukuran. Ia tak
bisa bertemu langsung dengan para petinggi itu untuk melakukan
pengukuran. Hanya ukuran standar saja yang dikirimkan padanya.
"Ini tugas yang sangat menantang, karena harus menyesuaikan ukuran
tubuh menteri dari negara masing-masing. Ukuran negara Australia akan
berbeda dengan Jepang," katanya.
Didiet tak kehabisan akal. Ia mencari foto masing-masing menteri
lewat internet lalu mempelajari proporsinya. Selain proporsi tubuh ia
juga menelusur warna kulit, agar mudah menentukan motif dan warna tenun
yang pas. Ia bermain pada komposisi warna solid. Mulai dari merah marun,
tembaga, hijau, hingga biru.
Perkiraannya tepat, di hari H pengepasan ia hanya sedikit
"merevisi" busananya. "Hanya panjang bajunya atau lengannya saja yang
diubah."
Kerja kerasnya terbayar, ia mendapatkan pujian dari para menteri.
Beberapa bahkan melayangkan email khusus sebagai ungkapan kekaguman.
Termasuk Menteri Keuangan Amerika Serikat Jack Lew yang puas dengan
tenun garapannya.
Seumur Jagung
Sanjungan dari para Menteri Keuangan APEC itu, dianggap Didiet
sebagai prestasi luar biasa. Umur perjalanannya di jagad fesyen tanah
air masih terbilang singkat. Baru dua tahun.
Kala itu, Didiet yang lima tahun sebelumnya berkarier di dunia
televisi dan tujuh tahun di retail busana internasional memutuskan
berhenti kerja. Padahal posisinya boleh dikatakan sedang di puncak.
Memulai usaha, ia hanya bermodal satu mesin jahit dan dua penjahit.
"Saya belajar dari ibu, beliau pekerja sejati. Saya ingin seperti dia,
maka saya putuskan untuk membuka lapangan kerja sendiri," ujarnya.
Dalam hitungan dua tahun itu Didiet kini mempekerjakan 40 karyawan.
Di tahun pertama ia hanya menerima pesanan dari teman-teman dan
konsumennya di Indonesia. Baru di tahun kedua ia berhasil menggaet
konsumen dari Asia, Amerika, dan Eropa.
Apa resep melejitnya?
"Saya menjaga hubungan baik dengan semuanya, baik itu dengan klien,
media dan lainnya. Karena kita tidak pernah tahu ke depannya akan
seperti apa," lanjut Didiet saat ditemui di butiknya di Jalan Dempo,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain itu ia juga memiliki ciri khas sendiri, yakni busana-busana
berpotongan sederhana. Bukan busana rumit yang susah dikenakan apalagi
mengurangi kenyamanan.
Soal promosi, lelaki keturunan Jawa-Sunda ini cukup bergerilya
melalui dunia maya. Ia yang berijazah arsitektur membuat galeri berupa
website untuk memudahkan orang berkunjung. Ia juga aktif di media sosial
agar karyanya makin terjamah dan orang lebih tahu keberadaan Ikat
Indonesia.
"Saya bisa dikenal sampai luar negeri, mungkin karena mereka lihat di internet, orang datang karena kualitas," katanya.
Setia mengolah tenun
Selain resep tadi, Didiet masih punya resep lain. Yakni konsistensi
mengolah tenun Indonesia. Sejak kecil ia sudah cinta kain-kain
nusantara. Ia mengaku kecintaan itu makin menjadi saat ia melihat
beberapa perancang busana luar yang membubuhkan motif tenun pada
karyanya.
"Mengapa bukan kita?" ujarnya.
Didiet lalu menjelajah ke desa-desa, bertemu perajin tenun dan
mendalami karakter mereka. Tenun Palembang, Makassar, Jepara, dan Bali
diambilnya, diolah menjadi busana siap pakai.
"Saya ingin mengubah mindset orang-orang tentang tenun,
tidak hanya digunakan untuk ke acara formal atau kondangan saja. Tenun
pun dapat dipakai sebagai busana sehari-hari," ujarnya.
Inovasi juga terus dilakukan, salah satunya mendesain gaun
pernikahan dengan material tenun. Ini cara dia memprovokasi orang-orang
berselera "internasional" agar melirik keberadaan tenun, mencoba, dan
lalu menggilai.
"Ini adalah sesuatu yang beda, mengaplikasikan budaya pada momen
pernikahan tidak harus dengan kebaya, kain tenun pun cantik dipadukan
untuk busana pernikahan internasional," lanjutnya.
Benar, tak hanya orang-orang lokal, beberapa mempelai asal Korea,
Hongkong dan Singapura pun terpincut dibuatnya. Gaun pernikahan dari
tenun itu diboyong ke sana.
Walaupun karyanya sudah menyeberang, Didiet tak berhenti puas. Ia
terus melanjutkan perjalanan, menelisik ke daerah-daerah yang belum
dilalui. Ia mencari tenun yang lain. Ia juga membina para perajin di
daerah-daerah agar bisa berjalan bersama, memenuhi selera pasar,
termasuk mengajarkan soal ketepatan waktu.
Ia mengatakan bahwa itu tantangan terbesarnya. Didiet sering panik
kalau perajin telat menyediakan bahan, sementara ia tak ingin
mengecewakan kliennya.
"Bisnis seperti apa yang masih ingin saya capai? Nanti akan
terlihat sendiri standarnya. Saya tahu kapasitas saya sendiri, tapi saya
sedang tunggu kapasitas dari para perajin saya," ujarnya.
Yang jelas, proyek besar Didiet berikutnya adalah mendandani boneka
Barbie dengan tenun. Ia didapuk perusahaan mainan anak itu untuk
merancang busana boneka bertema "Barbie Around The World" dalam rangka ulang tahun ke-55 Barbie.
Itu mensejajarkan Didiet dengan desainer internasional lain,
seperti Karl Lagerfeld, Channel, Vera Wang, Christian Louboutin,
Givenchy dan Versace yang sudah lebih dulu mendandani boneka cantik
itu.
Kesempatan itu lagi-lagi menjadi jalan Didiet untuk mengusung budaya Indonesia ke mata dunia.
by viva.co.id
0 komentar:
Posting Komentar